Wikipedia Membahas Bahasa Banjar Ensiklopedia Bebas

Ini adalah versi stabil, diperiksa pada tanggal 30 Januari 2011. Ada 1 perubahan tertunda menunggu peninjauan.
Bahasa Banjar adalah sebuah bahasa Austronesia yang dipertuturkan oleh Suku Banjar di Kalimantan Selatan,  Indonesia,  sebagai bahasa ibu.
Bahasa Banjar merupakan anak cabang bahasa yang berkembang dari Bahasa Melayu. Asal bahasa ini berada di provinsi Kalimantan Selatan yang terbagi atas Banjar Kandangan,  Amuntai,  Alabiu,  Kalua,  Alai,  dan lain-lain.Bahasa Banjar dihipotesiskan sebagai bahasa proto-Malayik,  seperti halnya bahasa Minangkabau dan bahasa Serawai (Bengkulu).
Selain di Kalimantan Selatan,  Bahasa Banjar yang semula sebagai bahasa suku bangsa juga menjadi bahasa lingua franca di daerah lainnya,  yakni Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur serta di daerah Kabupaten Indragiri Hilir,  Riau,  sebagai bahasa penghubung antar suku.
Bahasa Banjar banyak dipengaruhi oleh bahasa Melayu,  Jawa dan bahasa-bahasa Dayak. Bahasa Banjar diduga mempunyai hubungan dengan bahasa Kedayan (Brunei) dan bahasa Banjar sering pula disebut Bahasa Melayu Banjar. Dalam perkembangannya,  bahasa Banjar ditengarai mengalami kontaminasi dari intervensi bahasa Indonesia dan bahasa asing. Bahasa Banjar berada dalam kategori cukup aman dari kepunahan karena masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Banjar maupun oleh pendatang. Saat ini,  Bahasa Banjar sudah mulai diajarkan di sekolah-sekolah di Kalimantan Selatan sebagai muatan lokal.
Penyebaran
Meski suku Banjar bermigrasi ke berbagai daerah,  namun bahasa Banjar masih tetap mereka bawa dan dipakai dalam percakapan sehari-hari. Daerah perantauan orang Banjar yang masih menuturkan bahasa Banjar secara asli adalah di daerah Sumatera dan Malaysia Barat.
Secara geografis,  suku ini pada mulanya mendiami hampir seluruh wilayah provinsi Kalimantan Selatan sekarang ini yang kemudian akibat perpindahan atau percampuran penduduk dan kebudayaannya di dalam proses waktu berabad-abad,  maka suku Banjar dan bahasa Banjar tersebar meluas sampai ke daerah-daerah pesisir Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur,  bahkan banyak didapatkan di beberapa tempat di pulau Sumatera yang kebetulan menjadi pemukiman perantau Banjar sejak lama seperti di Kuala Tungkal, Muara Tungkal,  Tembilahan,  Indragiri Hilir, Tembilahan,  dan Sapat,  Kuala Indragiri,  Indragiri Hilir, Sapat.

Menurut Cense,  bahasa Banjar dipergunakan oleh penduduk sekitar Banjarmasin dan Hulu Sungai. Akibat penyebaran penduduk,  bahasa Banjar sampai di Kutai dan tempat-tempat lain di Kalimantan Timur. Sedangkan Den Hamer melokalisasi bahasa Banjar itu di samping daerah Banjarmasin dan Hulu Sungai sampai pula ke daerah pulau Laut (Kalimantan Tenggara) dan Sampit yang secara administratif pemerintahan termasuk provinsi Kalimantan Tengah sekarang ini. Dibandingkan dengan perantau-perantau dari daerah lain yang umumnya masih mempunyai ikatan yang cukup kuat dengan daerah asal maupun kerabat dari daerah asal seperti perantau Suku Minang,  Minang,  Suku Bugis,  Bugis dan Suku Madura, Madura,  maka pola merantau suku Banjar berbeda. Perantau Banjar cenderung ''merantau hilang'',  yakni tak lagi menjalin kontak dengan orang-orang daerah asal,  tak banyak surat menyurat dan tak banyak pulang ke daerah asal,  namun tidak sama sekali meninggalkan kebanjarannya. Ciri kebanjaran yang mencolok yang cenderung dipertahankan orang Banjar adalah bahasa Banjar yang dapat dipertahankan dengan cara membangun permukiman khusus komunitas orang yang berasal dari daerah Banjar di tanah rantau,  sehingga di dalam rumah tangga maupun kampung yang baru,  mereka dapat mempertahankan bahasa Banjar,  maka kebanjaran orang Banjar terutama sekali terletak pada bahasanya dan tanah air orang Banjar adalah bahasa Banjar.

Selama seseorang fasih menggunakan bahasa Banjar dalam kehidupan sehari-hari maka dia dapat disebut orang Banjar,  tidak peduli apakah ia lahir di Tanah Banjar atau bukan,  berdarah Banjar atau bukan,  dan sebagainya. Bahasa merupakan salah satu faktor ''kebanjaran'' disamping faktor lainnya seperti adat istiadat dan lain-lain

Dialek
Kalau diperhatikan pembicara-pembicara bahasa Banjar dapat diidentifikasi adanya variasi-variasi dalam pengucapan ataupun perbedaan-perbedaan kosa kata satu kelompok dengan kelompok suku Banjar lainnya,  dan perbedaan itu dapat disebut dialek dari bahasa Banjar yang bisa dibedakan antara dua dialek besar
* Bahasa Banjar Hulu Sungai/Bahasa Banjar Hulu
* Bahasa Banjar Kuala

Dialek Banjar Kuala umumnya dipakai oleh penduduk asli sekitar kota Banjarmasin,  Martapura,  Banjar, Martapura dan Pelaihari.  Sedangkan dialek Banjar Hulu adalah bahasa Banjar yang dipakai penduduk daerah Hulu Sungai umumnya yaitu daerah Kabupaten Tapin,  Hulu Sungai Selatan,  Hulu Sungai Tengah,  Hulu Sungai Utara (dan Balangan) serta Tabalong. Pemakai dialek Banjar Hulu ini jauh lebih luas dan masih menunjukkan beberapa variasi subdialek lagi yang oleh Den Hamer disebut dengan istilah dialek lokal yaitu seperti Distrik Amuntai, Amuntai,  Distrik Alabio, Alabiu,  Distrik Kelua, Kalua,  Distrik Amandit, Kandangan,  Distrik Tabalong, Tanjung dan bahkan Den Hamer cenderung berpendapat bahwa bahasa Bukit, bahasa yang dipakai oleh Suku Bukit, orang Bukit yaitu penduduk pedalaman pegunungan Meratus merupakan salah satu subdialek Banjar Hulu pula. Dan mungkin subdialek baik Banjar Kuala maupun Banjar Hulu itu masih banyak lagi,  kalau melihat banyaknya variasi pemakaian bahasa Banjar yang masih memerlukan penelitian yang lebih cermat dari para ahli dialektrografi sehingga bahasa Banjar itu dengan segala subdialeknya bisa dipetakan secara cermat dan tepat. Berdasarkan pengamatan yang ada,  pemakaian antara dialek besar Banjar Kuala dengan Banjar Hulu dapat dilihat paling tidak dari dua hal, yaitu:
# Adanya perbedaan pada kosa kata tertentu;
# Perbedaan pada bunyi ucapan terhadap fonem tertentu. Di samping itu ada pula pada perbedaan lagu dan tekanan meskipun yang terakhir ini bersifat tidak membedakan (''non distinctive'').
Bahasa Banjar Hulu merupakan dialek asli yang dipakai di wilayah Banua Enam yang merupakan bekas ''Afdelling Kandangan'' dan ''Afdeeling Amoentai'' (suatu pembagian wilayah pada zaman pendudukan Kolonial Belanda, Belanda) yang meliputi kabupaten Tapin,  Hulu Sungai Selatan,  Hulu Sungai Tengah,  Hulu Sungai Utara,  Balangan dan Tabalong pada pembagian adiministrasi saat ini.

Puak-puak suku Banjar Hulu Sungai dengan dialek-dialeknya masing-masing relatif bersesuaian dengan pembagian administratif pada zaman kerajaan Banjar dan Hindia Belanda yaitu menurut ''Lalawangan'' atau distrik (Kawedanan) pada masa itu,  yang pada zaman sekarang sudah berbeda. Puak-puak suku Banjar di daerah Hulu Sungai tersebut misalnya :
# Orang Kelua dari bekas Distrik Kelua di hilir Daerah Aliran Sungai Tabalong, Kabupaten Tabalong.
# Orang Tanjung dari bekas Distrik Tabalong di hulu Daerah Aliran Sungai Tabalong,  Kabupaten Tabalong
# Orang Lampihong/Orang Balangan dari bekas Distrik Balangan (Paringin) di Daerah Aliran Sungai Balangan,  Kabupaten Balangan
# Orang Amuntai dari bekas Distrik Amuntai di Hulu Sungai Utara
# Orang Alabio dari bekas Distrik Alabio di Hulu Sungai Utara
# Orang Alai dari bekas Distrik Batang Alai di Daerah Aliran Sungai Batang Alai,  Hulu Sungai Tengah
# Orang Pantai Hambawang/Labuan Amas dari bekas Distrik Labuan Amas di Daerah Aliran Sungai Labuan Amas,  Hulu Sungai Tengah
# Orang Negara dari bekas Distrik Negara di tepi Sungai Negara,  Hulu Sungai Selatan.
# Orang Kandangan dari bekas Distrik Amandit di Daerah Aliran Sungai Amandit,  Hulu Sungai Selatan
# Orang Margasari dari bekas Distrik Margasari di Kabupaten Tapin
# Orang Rantau dari bekas Distrik Benua Empat di Daerah Aliran Sungai Tapin,  Kabupaten Tapin

Daerah ''Oloe Soengai'' dahulu merupakan pusat kerajaan Hindu,  di mana asal mula perkembangan bahasa Melayu Banjar.

Perbedaan
Dialek merupakan variasi dari suatu bahasa tertentu dan dituturkan oleh sekumpulan masyarakat bahasa tersebut. Dialek ditentukan oleh fakor geografis (dialek kawasan) dan sosial (dialek sosial). Dialek sosial seperti bahasa baku,  bahasa basahan (bahasa kolokial),  bahasa formal,  bahasa tak formal,  bahasa istana,  bahasa ''slanga'' (bahasa prokem, prokem),  bahasa pasar,  bahasa halus,  bahasa kasar dan sebagainya.
Dialek kawasan berbeda dari segi:
* Sebutan
* Contoh: Perkataan ''gimit'' (pelan) disebut dalam berbagai dialek seperti ''gamat'',  ''gimit'',  ''gémét'',  ''gumut''.
* Gaya (nada) bahasa
* Contoh: Subdialek Kalua biasanya mempunyai sebutan yang lebih panjang daripada Subdialek Banjarmasin.
* Tata bahasa
* Contoh: ''kuriak-kuriak'' (dialek Banjar Kuala) dan ''kukuriak'' (dialek Banjar Hulu).
* Kosa kata
* Contoh: ''hamput'' (Banjarmasin),  ''tawak'' (Barabai),  ''himpat'' (Kalua),  ''hantup'' (Tanjung),  ''tukun'' (Amuntai),  ''tingkalung'' artinya sambit/lempar.
* Contoh: ''adupan'' (Banjarmasin),  ''hidupan'' (Barabai),  ''kuyuk'' (Kalua),  ''kutang'' (Kandangan),  ''duyu”(Paringin),  ''asu'' (Marabahan),  artinya anjing.
* Kata ganti diri
* Contoh : ''kao'' (dialek utara Kalsel maksudnya ''kamu'') dan ''nyawa'' (dialek selatan Kalsel bermaksud ''kamu'')
* Contoh : ''ia'' (dialek utara Kalsel maksudnya ''dia'') dan ''inya'' (dialek selatan Kalsel bermaksud ''dia'')

Banjar Hulu
Dialek-dialek Bahasa Banjar Hulu bersesuaian dengan kecamatan-kecamatan yang berpenduduk suku Banjar yang ada di Hulu Sungai,  karena orang Banjar menyebut dirinya berdasarkan asal kecamatan atau ''banua'' masing-masing. Dialek-dialek tersebut antara lain :
# Muara Uya,  Tabalong, Muara Uya
# Haruai,  Tabalong, Haruai
# Tanjung,  Tabalong, Tanjung
# Tanta,  Tabalong, Tanta
# Kelua,  Tabalong, Kelua
# Banua Lawas,  Tabalong, Banua Lawas
# Amuntai
# Danau Panggang,  Hulu Sungai Utara, Danau Panggang
# Babirik,  Hulu Sungai Utara, Babirik
# Sungai Pandan,  Hulu Sungai Utara, Sungai Pandan (Alabio)
# Batu Mandi,  Balangan, Batu Mandi
# Lampihong,  Balangan, Lampihong
# Awayan,  Balangan, Awayan
# Paringin,  Balangan, Paringin
# Juai,  Balangan, Juai
# Batu Benawa,  Hulu Sungai Tengah, Batu Benawa
# Haruyan,  Hulu Sungai Tengah, Haruyan
# Batang Alai
# Barabai,  Hulu Sungai Tengah, Barabai
# Pandawan,  Hulu Sungai Tengah, Pandawan
# Labuan Amas
# Angkinang,  Hulu Sungai Selatan, Angkinang
# Kandangan,  Hulu Sungai Selatan, Kandangan
# Simpur,  Hulu Sungai Selatan, Simpur
# Daha (Negara)
# Sungai Raya,  Hulu Sungai Selatan, Sungai Raya
# Telaga Langsat,  Hulu Sungai Selatan, Telaga Langsat
# Padang Batung,  Hulu Sungai Selatan, Padang Batung
# Margasari (di kecamatan Candi Laras (disambiguasi), Candi Laras)
# Tapin
# Binuang,  Tapin, Binuang

Mengingat orang-orang Banjar yang berada di Sumatera dan Malaysia Barat mayoritas berasal dari wilayah Hulu Sungai (Banua Enam),  maka bahasa Banjar yang dipakai merupakan campuran dari dialek Bahasa Banjar Hulu menurut asal usulnya di Kalimantan Selatan.

Dialek bahasa Banjar Hulu juga dapat ditemukan di kampung-kampung (''handil'') yang penduduknya berasal dari Hulu Sungai,  seperti di kecamatan Gambut,  Banjar, Gambut,  Aluh Aluh,  Banjar, Aluh Aluh,  Tamban,  Barito Kuala, Tamban yang terdapat di wilayah Banjar Kuala.

Banjar Kuala
Dialek Bahasa Banjar Kuala yaitu bahasa yang dipakai di wilayah Banjar Kuala yaitu bekas ''Afdelling Banjarmasin'' terdiri atas Distrik Bakumpai dan ''Afdeeling Martapoera'' terdiri dari Distrik Martapura,  Distrik Riam Kiwa,  Distrik Riam Kanan,  Distrik Pleihari,  Distrik Maluka dan Distrik Satui. Kawasan tersebut pada masa sekarang ini meliputi Kabupaten Banjar,  Barito Kuala,  Tanah Laut,  serta kota Banjarmasin dan Banjarbaru. Pemakaiannya meluas hingga wilayah pesisir bagian tenggara Kalimantan (bekas ''Afdelling'' Kota Baru) yaitu kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru sampai ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.

Bahasa Banjar Kuala dituturkan dengan logat datar tanpa intonasi tertentu,  jadi berbeda dengan bahasa Banjar Hulu dengan logat yang kental (''ba-ilun''). Dialek Banjar Kuala yang asli misalnya yang dituturkan di daerah Kuin,  Sungai Jingah,  Banjarmasin Utara,  Banjarmasin, Sungai Jingah,  Benua Anyar,  Banjarmasin Timur,  Banjarmasin, Banua Anyar dan sebagainya di sekitar kota Banjarmasin yang merupakan daerah awal berkembangnya kesultanan Banjar. Dialek Barangas dipakai di daerah Bantam Raya (Berangas-Anjir-Tamban) yaitu kawasan di sekitar wilayah luar kota Banjarmasin (Kabupaten Barito Kuala).

Bahasa Banjar yang dituturkan di Banjarmasin yang penduduknya heterogen berbeda dengan Bahasa Banjar yang dituturkan di Hulu Sungai yang penduduknya agak homogen. Perbedaan pada umumnya terletak pada intonasi,  tekanan,  tinggi-rendah
dan sebagian kosa kata. Di Banjarmasin,  intonasi terbagi tiga karakter:
# Di sebelah barat dari kecamatan Banjarmasin Utara yaitu daerah sepanjang tepian sungai Barito,  dekat Pasar Terapung,  tepatnya di perkampungan Alalak (Alalak Padang/Alalak Besar),  penduduk asli di sana menuturkan kata,  frasa,  kalimat lebih cepat,  keras dan tinggi.
# Di sepanjang sungai Martapura sebelah hulu yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Banjarmasin Utara dan Banjarmasin Tengah,  terutama sekitar Kelurahan Seberang Mesjid,  sekitar Kampung Melayu Darat serta di sekitar Kelurahan Sungai Jingah,  masyarakat asli di sana bertutur agak cepat,  mengalun dan tinggi.
# Di pusat kota Banjarmasin di kecamatan Banjarmasin Tengah,  khususnya remaja perkotaan di sana bertutur bercampur bahasa Indonesia dan gaya penuturannya tidak seperti penuturan di daerah pinggiran.

Bahasa Banjar yang dipakai di Kalimantan Tengah cenderung menggunakan logat Dayak,  sehingga keturunan Jawa yang ada di Kalteng (Tamiang Layang),  lebih menguasai bahasa Banjar berlogat Dayak (Maanyan) daripada bahasa Dayak itu sendiri yang sukar dipelajari.

Karena kedudukannya sebagai ''lingua franca'',  pemakai bahasa Melayu Banjar lebih banyak daripada jumlah suku Banjar itu sendiri. Pemakaian bahasa Melayu Banjar dalam percakapan dan pergaulan sehari-hari di daerah ini lebih dominan dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Berbagai suku di Kalimantan Selatan dan sekitarnya berusaha menguasai bahasa Banjar,  sehingga dapat pula kita jumpai bahasa Banjar yang diucapkan dengan logat bahasa Jawa, Jawa atau bahasa Madura, Madura yang masih terasa kental seperti yang kita jumpai di kota Banjarmasin.

Kosa kata
Kosa kata dialek Banjar Hulu tidak semuanya ada pada semua subdialek bahasa Banjar,  tetapi jelas tidak akan ditemukan dalam dialek Banjar Kuala,  ataupun sebaliknya kosa kata seperti ''unda'' (aku),  ''dongkah'' (sobek besar),  ''atung'' (taat) dan sebagainya dalam dialek Banjar Kuala tidak akan ditemukan pada dialek Banjar Hulu. Dilihat dari kosa kata,  baik dalam hal jumlah maupun variasi subdialeknya,  tampaklah dialek Banjar Hulu jauh lebih banyak dan kompleks. Misalnya antara subdialek satu dengan subdialek lainnya seperti Alabio,  Kalua,  Amuntai dan lain-lain banyak berbeda kosa katanya,  sehingga dapat terjadi kosa kata yang dipergunakan pada daerah satu tidak jarang atau kurang biasa dipergunakan pada daerah lainnya. Tetapi dibandingkan dengan dialek Banjar Kuala,  subdialek Banjar Hulu ini lebih berdekatan satu sama lain. Karena itu di dalam Kamus Banjar–Indonesia sering hanya dibedakan antara Banjar Kuala (BK) dan Banjar Hulu (BH). Dalam perkembangannya pergaulan dan pembauran antara kedua pemakai dialek tersebut kian intensif.

, baduhara, bakurinah, dengan sengaja
, bibit, jumput/ambil, ambil
, bungas/langkar, mulik/baik rupa, cantik
, caram, calap, tergenang air
, canggar, kajung, tegang/ereksi
, ampah, mara, arah
, banyu hangat, banyu panas, air panas
, hangkui, nyaring, nyaring
, hagan, gasan, untuk
, gani'i, dangani, temani
, ma-hurup, ma-nukar, mem-beli
, padu/padangan, dapur, dapur
, hingkat, kawa, dapat/bisa
, pawa, wadah, tempat
, himpat/tawak/tukun/hantup, hamput, sambit (lempar)
, arai, himung, senang
, tiring, lihat, memandang
, tingau, lihat, toleh
, balalah, bakunjang, bepergian
, lingir, tuang, tuang
, tuti, tadih/hintadi, tadi
, ba-ugah, ba-jauh, men-jauh
, macal, nakal, nakal
, balai, langgar, surau
, tutui, catuk, pukul dengan palu
, kadai, warung, warung
, kau', nyawa, kamu
, diaku, unda, aku
, di sia, di sini, di sini
, bat-ku, ampun-ku, punya-ku
, ba-cakut, ba-kalahi, berkelahi
, ba-cakut, ba-pingkut, berpegangan pada sesuatu
, diang, galuh, panggilan anak perempuan
, nini laki, kai, kakek
, utuh, nanang, panggilan anak lelaki
, uma, mama, ibu
, puga, anyar, baru
, salukut, bakar, bakar
, kasalukutan/kamandahan, kagusangan, kebakaran
, tajua, ampih, berhenti
, acil laki, amang, paman

Perbedaan dalam pengucapan fonem:
, “Banjar Hulu”, “Banjar Kuala”, “Bahasa Indonesia, Indonesia”
, gamat/gimit, gémét/gumut , pelan
, miring, méréng , miring
, bingking, béngkéng , cantik
, bapandir, bepéndér, berbicara
, anggit-ku, anggih-ku, punya-ku
, hanyar, anyar, baru
, hampatung, ampatung, patung
, intang, pintang, sekitar
, ma-harit, ma-arit, menderita
, hakun, hakon, bersedia
, halar, alar, sayap
, gusil, gosél, merengek
, gibik, gébék, kibar/getar
, gipak, gépak, senggol
, kuda gipang, kuda gépang, tarian kuda-kudaan
, gipih, gépéh, pipih

Contoh Dialek Banjar Hulu
* Hagan apa hampiyan mahadang di sia,  hidin hudah hampai di rumah hampian (Dialek Kandangan?)
* Sagan apa sampiyan mahadang di sini,  sidin sudah sampai di rumah sampiyan. (Banjar populer)

* Inta intalu sa’igi,  imbah itu ambilakan buah nang warna abang awan warna ijau sa’uting dua uting. Jangan ta’ambil nang igat (Dialek Amuntai?)
* Minta hintalu sabigi,  limbah itu ambilakan buah nang warna habang lawan warna hijau sabuting dua buting. Jangan ta’ambil nang rigat.(Banjar populer)


Distribusi vokal dan konsonan Bahasa Banjar
, “Simbol fonetis”, “Ejaan Banjar”, “Posisi awal”, “Posisi tengah”, “Posisi akhir”
, a, a, abut, ba'ah, tatamba
, i, i, isuk, gisik, wani
, u, u, undang, buntut, balu
, o, o, ojor, longor, soto
, é, é, éndék, kolér, sété
, au, aw, awak, sawrang, jagaw
, ai, ay, ayan, payu, waday/wadai
, ui, uy, uyah, kuitan, tutuy/tutui
, p, p, payu, lapik, kantup
, b, b, balu, abah, TIDAK ADA-
, t, t, tatak, utak, buntut
, d, d, dukun, dadak, TIDAK ADA-
, c, c, cikang, bancir, TIDAK ADA-
, j, j, jajak, bujur, TIDAK ADA-
, k, k, kalu, akur, mitak
, g, g, gayung, tagal, TIDAK ADA-
, m, m, masin, amas, banam
, n, n, nini, kanas, alon
, ng, ng, ngalih, tangguh, lading
, ny, ny, nyanya, hanyar, TIDAK ADA-
, s, s, sintak, basuh, batis
, h, h, harat, tuha, gaduh
, l, l, luang, talu, ganal
, r, r, rasuk, warik, cagar
, w, w, waluh, awak, jawaw
, y, y, yato, uyah, mucay
Dalam bahasa Banjar tidak ada F,  Q,  V karena F dan V masuk ke P,  dan Q masuk ke K,  dan Z masuk ke abjad S/J.

Bahasa sastra dan wayang Banjar
Dalam penulisan karya sastra Banjar maupun dalam kesenian Wayang Kulit Banjar sejak dahulu sering digunakan secara khusus kosakata yang diserap dari bahasa Jawa,  padahal kosakata tersebut tidak dipakai dalam bahasa Banjar sehari-hari,  tetapi memang banyak pula kosakata yang diserap dari bahasa Jawa yang sudah lazim menjadi bahasa Banjar sehari-hari. Contoh kata-kata dalam penulisan karya sastra maupun wayang Banjar tersebut misalnya :
karsa (kerso),  gani (geni),  danawa (denowo),  ngumbi (ngombe),  sadusu (sedhoso),  sadulur (sedhulur) dan lain-lain.

Tingkatan bahasa
Bahasa Banjar juga mengenal tingkatan bahasa (Jawa: ''unggah-ungguh''),  tetapi hanya untuk kata ganti orang,  yang tetap digunakan sampai sekarang. Zaman dahulu sebelum dihapuskannya Kesultanan Banjar pada tahun 1860,  bahasa Banjar juga mengenal sejenis bahasa halus yang disebut ''basa dalam'' (bahasa istana),  yang merupakan pengaruh dari bahasa Jawa terutama dari Kesultanan Mataram,  disamping ada pula kosa kata yang diciptakan sebagai bahasa halus misalnya ''jarajak basar'' artinya tiang,  dalam bahasa Banjar normal disebut ''tihang''. Basa dalam merupakan bahasa yang sudah punah,  tetapi sesekali masih digunakan dalam kesenian daerah Banjar. Di dalam Hikayat Banjar,  ''manira'' (saya) dan ''pakanira'' (anda) yang merupakan bahasa Bagongan juga banyak digunakan.

* “unda”,  sorang  aku ; “nyawa”  kamu (agak kasar)
* “aku”,  diyaku  aku ; “ikam”,  kawu  kamu (netral,  sepadan)
* “ulun”  saya ; sam”pian” / andika  Anda (halus)

untuk kata ganti orang ke-3 (dia)
* “inya”,  iya,  didia  dia (netral,  sepadan)
* “sidin”  beliau (halus)

, istana, rumah, dalam
, digelar/didirikan, digalar, jumenang
, berjalan, bajalan, lumampah
, duduk, duduk, linggih(Yogya)
, makan, makan, dahar(Yogya)
, minum, nginum, dahar banyu
, dalam penglihatan, panglihat, patingal
, rambut, rambut, réma(Yogya)
, gigi, gigi, waja(Yogya)
, kepala, kapala, sérah(Yogya)
, tangan, tangan, asta
, tubuh, awak, saléra
, kaki, batis, kaus
, tubuh, awak, pamaus
, telinga, talinga, karna
, perut, parut, padaharan
, di muka, di muka, di ayunan
, di belakang, di balakang, pamungkur
, tempat tidur, paguringan, pasarian
, bantal, bantal, kajang sirah
, sarung, sarung, sasantang
, baju, baju, rasukan
, ikat kepala/tanjak/destar, laung, bolang
, dipanggil, dikiaw, dikani
, payudara, susu, pembayun
, tertawa, tatawa, kamujang (Yogya)
, tersenyum, takarinyum, gamuyu
, tidur, guring, saré(Yogya)
, amarah, panyarik, bendu
, bersedih hati, basadih hati, ba-sugulmanah
, bersedih hati, basadih hati, gerah
, meminta, minta, mamundut
, memakan, mamakan, ma-anggi
, meninggal, mati, séda(Yogya)
, mandi, mandi, séram
, tiang, tihang, jarajak basar
, mayat, mayat, lalayon
, bercakap-cakap, bapandéran, bakaprés
, memandang, mamandang, maningali
, berbicara, ba-ucap, mangandika
, buang air, bahira/bakamih, katanya
, dendeng, dendeng, salirap
, gula, gula, jangga
, teh, teh, dunté
, tikar, tikar, hamparan
, sembahyang, sumbahyang, salat
, bunda, uma, ibu
, ayah, abah, rama(Yogya)

Bilangan
Berikut merupakan beberapa angka (bilangan) dalam Bahasa Banjar. Bilangan / angka dalam bahasa Banjar memiliki kemiripan dengan bilangan / angka dalam Bahasa Kawi, bahasa Jawa Kuno.
, asa ,  satu
, dua ,  dua
, talu ,  tiga
, ampat ,  empat
, lima ,  lima
, anam ,  enam
, pitu ,  tujuh
, walu ,  delapan
, sanga ,  sembilan
, sapuluh ,  sepuluh
, sawalas ,  sebelas
, pitungwalas ,  tujuh belas
, salikur ,  dua puluh satu
, salawi ,  dua puluh lima
, talungpuluh ,  tiga puluh
, anampuluh ,  enam puluh
, walungpuluh ,  delapan puluh
, sangangpuluh,  sembilan puluh
, saratus ,  seratus
, tangah dua ratus ,  seratus lima puluh
, saribu ,  seribu
, sajuta ,  sejuta

Aksara
Penulisan bahasa Banjar pada zaman dahulu dalam aksara Arab Melayu (Jawi) misalnya;
* sastera sejarah/mitos seperti Hikayat Banjar
* peraturan kerajaan seperti Undang-Undang Sultan Adam 1825.
* perjanjian-perjanjian antara Kerajaan Banjar dengan bangsa lain.
* kitab-kitab agama Islam
* karya sastera lainnya seperti syair :
* Syair Brahma Syahdan karya Gusti Ali Basyah Barabai
* Syair Madi Kencana karya Gusti Ali Basyah Barabai,  Hulu Sungai Tengah, Barabai
* Syair Teja Dewa karya Anang Mayur Babirik,  Hulu Sungai Utara, Babirik
* Syair Nagawati karya Anang Mayur Babirik
* Syair Ranggandis karya Anang Ismail Kandangan
* Syair Siti Zubaidah karya Anang Ismail Kandangan,  Hulu Sungai Selatan, Kandangan
* Syair Tajul Muluk karya Kiai Mas Dipura Martapura
* Syair Intan Permainan (anonim)
* Syair Nur Muhammad karya Gusti Zainal Marabahan,  Barito Kuala, Marabahan
* Syair Ibarat karya Mufti Haji Abdurrahman Siddiq al-Banjari.{{bjn}} Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad Apif,  Syair ibarat dan khabar kiamat,  Universitas Riau Press,  2001
* Syair Burung Simbangan
* Syair Burung Bayan dengan Burung Karuang

Hikayat Banjar
Hikayat Banjar pernah diteliti oleh Johannes Jacobus Ras,  orang Belanda kelahiran Rotterdam tahun 1926 untuk disertasi doktoralnya di Universitas Leiden. Promotornya adalah Dr. A. Teeuw.

Hikayat Banjar
Hikayat Banjar pernah diteliti oleh Johannes Jacobus Ras,  orang Belanda kelahiran Rotterdam tahun 1926 untuk disertasi doktoralnya di Universitas Leiden. Promotornya adalah Dr. A. Teeuw.

Sepenggal kisah dalam Hikayat Banjar:
''Maka dicarinya Raden Samudera itu. Dapatnya,  maka dilumpatkannya arah parahu talangkasan. Maka dibarinya jala kacil satu,  baras sagantang,  kuantan sabuah,  tungku, dapur sabuah,  parang sabuting,  pisau sabuting,  pangayuh sabuting,  bakul sabuah,  sanduk sabuting,  pinggan sabuah,  mangkuk sabuah,  baju salambar,  salawar salambar,  kain salambar,  tikar salambar. Kata Aria Taranggana: "Raden Samudera,  tuan hamba larikan dari sini karana tuan handak dibunuh hua tuan Pangeran Tumenggung, Tumanggung. Tahu-tahu manyanyamarkan diri. Lamun tuan pagi baroleh manjala,  mana orang kaya-kaya itu tuan bari,  supaya itu kasih. Jangan tuan mangaku priyayi, priayi,  kalau tuan dibunuh orang,  katahuan oleh kaum Pangeran Tumanggung. Jaka datang ka bandar Marabahan,  Barito Kuala, Muara Bahan jangan tuan diam di situ,  balalu hilir,  diam pada orang manyungaian itu: atawa pada orang Anjir Muara,  Barito Kuala, Sarapat,  atawa pada orang Belandean,  Alalak,  Barito Kuala, Balandean,  atawa pada orang Kuin Utara,  Banjarmasin Utara,  Banjarmasin, Banjarmasih,  atawa pada orang Kuin Selatan,  Banjarmasin Barat,  Banjarmasin, Kuwin. Karana itu hampir laut maka tiada pati saba ka sana kaum Pangeran Tumanggung dan Pangeran Mangkubumi,  kaum Pangeran Bagalung. Jaka ada tuan dangar ia itu ka sana tuan barsambunyi,  kalau tuan katahuannya. Dipadahkannya itu arah Pangeran Tumanggung lamun orang yang hampir-hampir itu malihat tuan itu,  karana sagala orang yang hampir itu tahu akan tuan itu. Tuan hamba suruh lari jauh-jauh itu". Maka kata Raden Samudera: "Baiklah,  aku manarimakasih sida itu. Kalau aku panjang hayat kubalas jua kasih sida itu." Maka Raden Samudera itu dihanyutkannya di parahu kacil oleh Aria Taranggana itu,  sarta air waktu itu baharu bunga baah. Maka Raden Samudera itu bakayuh tarcaluk-caluk. Bahalang-halang barbujur parahu itu,  karana balum tahu bakayuh.'', 4Johannes Jacobus Ras, J.J. Ras, 5 Hikajat Bandjar: A Study in Malay Historiography.

Pengaruh Bahasa Jawa
Bahasa Banjar mengambil kata serapan dari bahasa Jawa seperti ''banyu'' (bahasa Jawa Baru),  diduga dahulu kata ''air'' menggunakan bahasa Melayu Lokal Kalimantan seperti ''ai'' (bahasa Kayong) atau ''aing'' (Suku Kedayan, bahasa Kadayan/bahasa Bukit) atau mungkin pula menggunakan bahasa Dayak (''Barito isolect'') yang menggunakan istilah ''danum''.

!Bahasa Banjar !! Bahasa Jawa !! Arti
, hanyar, anyar, baru
, lawas, lawas, lama
, habang, abang, merah
, hirang, ireng, hitam
, halar, lar, sayap
, halat, lat, pisah
, banyu, banyu, air
, sam(pian), sampeyan, Anda
, an(dika), andiko, kamu (halus)
, picak, picek, buta
, sugih, sugih, kaya
, licak, licek, becek
, baksa, beksan, tari
, kiwa, kiwo, kiri
, rigat, reged, kotor
, kadut, kadut, kantong uang
, padaringan, pendaringan, tempat beras
, dalam, dalem, rumah bangsawan
, iwak, iwak, ikan
, awak, awak, badan
, ba-lampah, nglampahi, bertapa
, ba-isuk-an, isuk-isuk, pagi-pagi
, ulun, ulun, aku (halus),  (aku untuk Dewa,  Jawa)
, jukung, jukung, sampan
, kalir, kelir, warna
, tapih, tapeh, sarung,  jarik
, lading, lading, pisau
, reken, reken, hitung
, ilat, ilat, lidah
, gulu, gulu, leher
, kilan, kilan, jengkal
, kawai,  ma-ngawai, ngawe-awe, me-lambai
, ngaran, ngaran, nama
, pupur, pupur, bedak
, parak, perek, dekat
, wayah, wayah, saat
, uyah, uyah, garam
, paring, pring, bambu
, gawi, gawe, kerja
, palir, peli, penis
, lawang, lawang, pintu
, kalikir, kleker, gundu,  kelereng
, gangan, jangan, sayuran berkuah
, apam, apem, nama sejenis makanan
, kancing, kancing, menutup pintu
, menceleng, mentheleng, melotot
, karap, kerep, sering,  kerapkali
, sarik, serik, marah/gusar
, sangit, sengit, marah/gusar
, pakan, peken, pasar mingguan
, inggih, inggih, iya (halus)
, wani, wani, berani
, wasi, wesi, besi
, waja, wojo, baja
, dugal, ndugal, nakal
, bungah, bungah, bangga
, gandak, gendak, pacar,  selingkuhan
, kandal, kandel, tebal
, langgar, langgar, surau
, gawil, jawil, colek
, wahin, wahing, bersin
, panambahan, panembahan, raja,  yang disembah/dijunjung
, larang, larang, mahal
, anum, enom, muda
, sepuh, sepuh, tua
, bangsul, wangsul, datang,  tiba
, mandak, mandheg, berhenti
, marga, mergo, sebab,  karena
, payu, payu, laku
, ujan, udan, hujan
, hibak, kebak, penuh
, gumbili, gembili, ubi singkong
, lamun, lamun, kalau
, tatamba, tombo, obat
, mara,  ba-mara, moro, maju,  menuju muara
, lawan, lawan, dengan
, maling, maling, pencuri
, jariji, deriji, jari
, takun, takon, tanya
, talu, telu, tiga
, pitu, pitu, tujuh
, walu, wolu, delapan
, untal, nguntal, makan (makan tanpa dimamah,  Banjar)
, pagat, pegat, putus (putusnya tali pernikahan,  Jawa)
, paray(a), prei-i, libur,  tidak jadi (Belanda?)
, dampar, dampar kencono, bangku kecil, (singasana,  Jawa)
, burit,  buritan, mburi, belakang,  (pantat,  Banjar)
, pajah, pejah, mati (mati lampu,  Banjar)
, tatak, tetak, potong (khitan,  Jawa)
, pa-pada-an, podo-podo, sama,  sesama
, candi, candi, candi

Bahasa serumpun
Berikut ini adalah tabel perbandingan bahasa Banjar dengan bahasa-bahasa Melayu Lokal di Kalimantan.
, “Bahasa Melayu”, “Bahasa Berau”, “Suku Kedayan, Bahasa Banjar”, “Bahasa Kutai”, “Bahasa Kedayan”, “Bahasa Kayong”
, mereka/dia, , sidin, sida, bisdia, sida
, menderita, marista, marista, merista, marista,
, sebuah, sabuting, sabuting, sebuting, sabuting, sebuti'
, kerabat, bubuhan, bubuhan, bubuhan, paadian, bubohan
, air, air, banyu/aing(Banjar kuno), aer, aing, ai'
, rakit, lanting, lanting, lanting, lanting, lanting
, kering, karring, karing, kereng, karing/kaing,
, antar, atar, atar, hantar, antat,
, lama, lawas, lawas, lawas, batah,
, nanti, kandia, kaina, kendia, kandila,
, celana, saluar, salawar, seluar, seluar,
, teman, dangan{{br}}kawal, kawal, kawal, dangan,
, karat, taggar, tagar, tagar, tagar, tagar
, kaki, battis, batis, betis, batis,
, potong, tattak, tatak, tetak, tatak,
, dahulu kala, bahari, bahari, behari, bahari, bahari
, petang, karamian, kamarian, kemerian, kalamari,
, pagi, sambat, ba'isukan, hambat, sambat,

Referensi

  1. Languages of Indonesia (Kalimantan). Ethnologue. Diakses pada 30 Mei 2010.
  2. Yassir Nasanius,  Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Pusat Kajian Bahasa dan Budaya,  PELBBA 18: Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma Jaya : kedelapan belas,  Yayasan Obor Indonesia,  2007,  ISBN 979-461-527-7,  9789794615270. Diakses pada 2 Agustus 2010.
  3. Banjar of Indonesia. Situs Joshua Project. Diakses pada 29 Mei 2010.
  4. Syamsuddin Haris,  Desentralisasi dan otonomi daerah: Naskah akademik dan RUU usulan LIPI,  Yayasan Obor Indonesia,  2004,  ISBN 979-98014-1-9,  9789799801418. Diakses pada 26 Agustus 2010.
  5. Fauzi,  Iwan. Pemertahanan Bahasa Banjar di Komunitas Perkampungan Dayak. Situs Iwan Fauzi,  Januari 2008. Diakses pada 27 Agustus 2010.
  6. Muhadjir,  Bahasa Betawi: sejarah dan perkembangannya,  Yayasan Obor Indonesia,  2000,  ISBN 979-461-340-1,  9789794613405
  7. Antara - Pengaruh Melayu dan Dayak Dalam Bahasa Banjar. Diakses pada 28 Mei 2010.
  8. BANJAR: a language of Indonesia (Kalimantan)
  9. Vowel Changes among Sundic Languages. Diakses pada 27 Agustus 2010.
  10. Wisata Melayu - Simbol budaya Masih Mendominasi budaya Banjar. Diakses pada 28 Mei 2010.
  11.  150 Bahasa di Indonesia Terancam Punah. Perum ANTARA Sumatera Barat,  7 Juli 2010. Diakses pada 7 September 2010.
  12. Bahasa Nusantara Suatu Pemetaan Awal,  Yayasan Obor Indonesia. Diakses pada 26 Agustus 2010.
  13. Hapip,  Abdul Jebar,  Kamus Banjar Indonesia/penulis,  Abdul Jebar Hapip; editor,  Abdul Jebar Hapip,  Cet. V - Banjarmasin:PT. Grafika Wangi Kalimantan 2006.
  14. Sejarah Banjar Malaysia. Diakses pada 28 Mei 2010.
  15. Pertubuhan Banjar Malaysia. Diakses pada 28 Mei 2010.
  16. Persatuan Banjar Kuala Lumpur dan Selangor. Diakses pada 28 Mei 2010.
  17. Ethnologue - Banjar language. Diakses pada 28 Mei 2010.
  18. Joshua Preject - Banjarese,  Banjar Malay of Malaysia (Tawau). Diakses pada 29 Mei 2010.
  19. A.A. Cense - E.M. Uhlenbeck,  Critical Survey of Studies on Language of Borneo,  'S-Gravenhage - Martinus Nijhoff-1995
  20. Faruk,  Women,  womeni lupus,  Indonesia Tera,  2000,  ISBN 979-9375-10-X,  9789799375100. Diakses pada 6 Juni 2010.
  21. Djantera Kawi,  Balai Bahasa Banjarmasin (Indonesia),  Bahasa Banjar: dialek dan subdialeknya,  Balai Bahasa Banjarmasin,  Pusat Bahasa,  Departemen Pendidikan Nasional,  2002,  ISBN 979-459-801-1,  9789794598016
  22. Abdul Djebar Hapip,  Masalah variasi dialektis dan sub dialektis dalam penyusunan kamus bahasa Banjar-Indonesia: seminar leksikografi,  Tugu,  4-7 Agustus 1975,  Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,  1975. Diakses pada 11 Juni 2010.
  23. Fudiat Suryadikara Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu,  Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,  1984)
  24. Kamus Banjar dalam urangbanua.com. Diakses pada 26 Agustus 2010
  25. Balai Bahasa Banjarmasin (Indonesia),  Kamus bahasa Indonesia-Banjar dialek Hulu,  Departemen Pendidikan Nasional,  Pusat Bahasa,  Balai Bahasa Banjarmasin,  2008 ISBN 979-685-776-6,  9789796857760. Diakses pada 11 Juni 2010.
  26. Balai Bahasa Banjarmasin (Indonesia),  Kamus bahasa Indonesia-Banjar dialek Kuala,  Penerbit Balai Bahasa Banjarmasin,  2008. Diakses pada 11 Juni 2010
  27. Kamus Bahasa Banjar. Diakses pada 11 Juni 2010.
  28. Amir Hasan Kiai Bondan,  Suluh Sedjarah Kalimantan,  Padjar,  1953. Diakses pada 22 Juni 2010.
  29. Austronesian Basic Vocabulary Database - Language: Jawa Yogya
  30. Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad Apif,  Syair ibarat dan khabar kiamat,  Universitas Riau Press,  2001

3 komentar:

  1. Salam kenal sobat,backlinknya sudah terpasang di blog saya silahkan di cek

    BalasHapus
  2. Jadi bisa lebih mudah belajar bahasa banjar pakai kamus di atas

    BalasHapus
  3. Artikel Komputer :Salam kenal sobat,backlinknya sudah terpasang di blog saya silahkan di cek

    Kahar : Iya sob, salam kenal juga, thanks ya sob dah back link

    Panduan SEO:Jadi bisa lebih mudah belajar bahasa banjar pakai kamus di atas

    Kahar : Wah itu baru sedikit dari bahasa banjar sob, aku sendiri orang banjar yang belum terlalu mengenal bahasaku, jadi pengen belajar lebih giat lagi ni..hehe

    BalasHapus

supaya link sobat terindex, ubah tanda panah kecil di bawah ke URL, dan isi Nama serta alamat blog sobat, ini merupakan cara back link otomatis !!