Wabah Hedonis Merajalela

 Penulis : Kaharuddin Eka Putra
            Salah satu sifat dari para penganut paham ini adalah senang berfoya-foya, berpesta dan bersenang-senang melebihi batas kewajaran. Bahkan, jika aturan—hukum dan agama—itu dapat menghalangi kesenangan, maka harus dilabrak.
Paham ini mengharuskan para penganutnya untuk bersifat narsis atau memuja dirinya sendiri. Mereka juga takut dijauhi bila tidak andil dalam “ritual celana dalam”, dugem, nyimeng dan hal lainnya.
            Free seks, penyalahgunaan narkoba, minuman keras, perkelahian dan aksi berbau anarkis lainnya marak dikalangan mahasiswa saat ini. Mereka sepertinya tidak asing lagi dengan hal-hal tersebut. Mereka menjadikan hal-hal tersebut layaknya sebuah hobi yang rutin dilakukan. Bahkan, mereka sering mengadakan pesta untuk hobi dan kesenangan mereka itu.
            Biasanya hedonisme ini menjangkiti para mahasiswa yang berasal dari pedesaan—penulis tidak, sekali lagi tidak bermaksud menjelek-jelekkan saudara kami dari desa—akan tetapi yang dimaksud disini adalah mahasiswa dari desa “yang tidak kuat imannya”. Mereka terkena keterkejutan dan gagap budaya (shock culture). Sebelumnya mereka berasal dari budaya terpelihara dalam lingkungan pengawasan orang tua dan masyarakat. Namun, setelah menjadi mahasiswa tidak ada yang mengawasi dan jauh dari orang tua sehingga bisa berbuat apa saja.

            Awalnya mereka datang ke kampus berniat untuk belajar dan menjadi mahasiswa teladan. Ketika sudah masuk dikampus yang diinginkan mereka lemah daya melihat godaan, terjerat pergaulan rusak terjerumus dalam. Ditambah lagi, lingkungan tempat mereka tinggal “kos-kosan”. Teman satu kos juga sangat mempengaruhi menyebarnya wabah ini, seperti dikatakan di awal, hedonisme adalah dunia saling meninggikan dirinya sendiri. Tidak ingin kalah. Melihat temannya bersenang-senang pamer pasangan dan menghina ‘gak laku‘ bagi yang tidak pacaran. Tidak tahan dengan direndahkan, maka mahasiswa (i) tersebut akan ikut meniru. Ada seekor kumbang, mengisap madu sampai puas, tidak bertanggung jawab, keluar mantra pamungkas, “Kau paham, kita berdua belum siap menikah.”
Sungguh sifat yang keji bagi kalangan intelekual kampus, yang harusnya menjadi sosok pemimpin dimasyarakatnya. Memberikan segala sesuatu yang terbaik  bagi masyarakatnya. Tapi ternyata kenyataannya begitu pahit. Kita pasti sepakat, manusia hedonis macam itu, tidak pantas menjadi pemimpin dimasyarakatnya kelak.
Bukan berarti mereka dilarang bergaul, hanya saja, mereka harus memilih teman dalam bergaul. Teman bergaullah yang membawa kita kepada kebaikan, atau membawa kita kepada keburukan jika kita tidak memiliki iman yang kuat.
Sekali lagi ditekankan, HEDONISME itu merusak diri, jauhilah paham itu dengan selektif dalam bergaul, jangan mengikuti teman hanya untuk menjaga “gengsi”, dekatkan dirimu pada Allah SWT, ingatlah kamu nanti pasti akan kembali kesisi-Nya, dan kamu pasti dimintai pertanggungjawaban atas masa mudamu, kemunafikanmu pada masyarakat dan orang tuamu. []Kaharuddin Eka Putra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

supaya link sobat terindex, ubah tanda panah kecil di bawah ke URL, dan isi Nama serta alamat blog sobat, ini merupakan cara back link otomatis !!